Minggu, 02 Februari 2014

Tugas Mata Kuliah Dasar Pendidikan


TUGAS
PENDIDIKAN DASAR
Dosen : Dra.Irene Hartutik, M.Pd.
logoOleh:
Yanuaria Eka Sari
13495


STPKat St.Fransiskus Assisi
Jalan Ronggowarsito 8 Semarang





Tugas Dasar-Dasar Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra.Irene Hartutik, M.Pd.
Nama : Yanuaria Eka Sari
Semester : I ( Pertama )
Tugas (dikumpulkan pada saat ujian Dasar-dasar Kependidikan) diketik Times new roman 12 (1,5 spasi)
1.        Bagaimana perkembangan mental anak usia:
a.       6 sampai 12 tahun  (Sekolah Dasar)
b.      13 sampai 15 tahun (SMP)
c.       16 sampai 18 tahun (SMA)
Bagaimana sikap guru bila menghadapi siswa yang nilainya rendah pada beberapa matapelajaran  padahal sebenarnya siswa tersebut pintar dan berbakat dalam music? Jelaskan apa yang dilakukan sebagai guru agama bila hal tersebut terjadi pada siswa: a) SD, b) SMP, dan c) SMA  . Jawaban  mengarah  pada fungsi guru sebagai pendidikan dan konselor (jawaban minimal total 1,5 halaman)

2.        Dalam kurikulum 2007 ditegaskan pentingnya ketercapaian aspek kognitif dari aspek-aspek lainnya yaitu  afektif dan psikomotor.
Sedangkan dalam kurikulum 2013 ditekankan lebih  pentingnya ketercapaian aspek afektif dibanding dengan kognitif  dan psikomotor. Bagaimana saudara menjelaskan hal tersebut dan mengapa demikian. (jawaban minimal 1 halaman)

3.        Ada enam unsur pendidikan yaitu: who, why,when, where, what,dan  how
Mengapa ke 6 unsur di atas penting jelaskan dan bagaimana saudara menarik benang merahnya. (minimal ½)

4.        Apa perbedaan antara pandangan empirisme, nativisme dan naturalisme? Beri contoh untuk menjelaskannya dan tokoh-tokohnya (minimal ½ halaman)

5.        Pendidikan seumur hidup saat ini sedang didengung-dengungkan, bagaimana pendapat saudara tentang pendidikan seumur hidup khususnya  bagi guru-guru? Apakah guru terus belajar? Bagaimana caranya? (minimal ½ halaman)






Jawaban :
1.                    
A.     Perkembangan mental anak usia 6 sampai 12 tahun  (SD)
            Periode usia antara 6-12 tahun merupakan masa peralihan dari masa pra-sekolah ke masa sekolah dasar (SD). Masa ini juga dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak awal ke masa kanak-kanak akhir sampai menuju menjelang masa pra-pubertas. Pada umumnya setelah mencapai usia 6tahun perkembangan jasmani dan rohani anak semakin sempurna.
            Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak. Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).
            Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan di lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol seperti contoh : marah-marah, mudah mengeluh, kecewa, dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak cenderung kurang stabil atau tidak sehat. 

B.     Perkembangan mental anak usia 13 sampai 15 tahun  (SMP)
            Anak usia 13 – 15 tahun tengan berada dalam masa peralihan, yaitu dari masa anak-anak menuju masa remaja awal. Mereka mengalami berbagai perubahan baik dalam dirinya sendiri maupun unsur luar yang berhubungan dengan perkembangan dirinya.
Oleh karena itu terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan perilaku remaja. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang disebut dengan pengaruh adalah “Daya yang ada atau timbul dari sesuatu yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang” (Nintiyas Utari, 2009).
Secara garis besar ada dua faktor yang memperngaruhi perkembagan perilaku remaja, yaitu :
            a.    Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, yang berasal dari keturunan dan pembawaan.
            b.    Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak, yang berasal dari pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Kedua faktor tersebut tidak akan banyak mempengaruhi perkembangan perilaku remaja, baik secara terpisah maupun secara bersamaan. Dengan demikian, baik buruknya kedua faktor tersebut akan menentukan kualitas perkembangan perilaku remaja.
            Anak usia 13 – 15 tahun merupakan manusia biasa yang sudah pasti memiliki realitas kehidupan yang sama dengan manusia pada umumnya. Terlebih lagi mereka ada dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Oleh karena itu ralitas perilakunya sering menjadi bahan penelitian yang menarik. Terlepas dari kadar dan variasinya, yang jelas sebagai manusia biasa realitas perilaku remaja bisa kita kategorikan menjadi dua, yakni ada realitas yang bersifat positif dan ada juga yang negatif. Positif dan negatifnya perilaku remaja merupakan akibat dari faktor-faktor penyebab yang mempengaruhinya.
            Melalui berbagai pengamatan kita sehari-hari maupun melalui berbagai sumber media massa, kita tidak bisa menutup mata tentang munculnya berbagai realitas kehidupan remaja yang negatif. Realitas perilaku remaja yang negatif ini berkaitan dengan berbagai aspek perkembangannya dan menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kenakalan anak-anak dan remaja juga akhir-akhir mulai mengkuatirkan. Keadaan ini dapat terlihat dari prilaku bolos diwaktu sekolah, tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba dan lainnya. Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
a.       Faktor internal berupa krisis identitas : perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.      Faktor eksternal berupa: 
-Keluarga : Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja; Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak; Tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
-Teman sebaya yang kurang baik dan komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

C.    Perkembangan mental anak usia 16 sampai 18 tahun  (SMA)
            Perkembangan Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.  Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, besikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.

Sikap guru bila menghadapi siswa yang nilainya rendah pada beberapa matapelajaran  padahal sebenarnya siswa tersebut pintar dan berbakat dalam music, mengarah  pada fungsi guru sebagai pendidikan dan konselor pada siswa:
a.       Sekolah Dasar , untuk menghadapi permasalah tersebut sikap guru sebaiknya menyelidiki apa permasalahan utama yang menjadikan siswa mendapat nilai rendah pada matapelajaran tertentu tersebut. Perlahan guru mendekati siswa memberi perhatian dan mengajak bicara secara pribadi, jika siswa sudah mulai merasa ter-perhatikan siswa akan dengan sendiri sengaja atau tidak sengaja akan bercerita mengenai masalahnya tersebut. Tetapi jika menghadapi siswa yang kiranya tertutup alangkah baiknya guru dengan perlahan juga mulai menanyakan dari hal-hal yang sekiranya tidak menyinggung masalahnya tetapi mengarah pada masalah yang mungkin dihadapi siswa. Misal sekedar bertanya tentang hobby nya dirumah, atau dirumah tinggal dengan siapa saja, atau pertanyaan kecil lainnya yang mungkin mengarah kepada permasalahan. Dengan demikian akan terjawab akar permasalahan kenapa siswa mendapat nilai rendah, setelah demikian jika masalah menyangkut orang tua ada baiknya orang tua dipanggil kesekolah untuk diberi penjelasan supaya anak lebih diperhatikan, jika mengenai pribadi anak sendiri seperti malas, anak juga tidak hanya perlu perhatian orang tua guru juga harus berperan seperti memberikan tugas kelompok agar terlatih dengan teman sebayanya.
b.      Sekolah Menengah Pertama, sistemnya tidak jauh berbeda dngan siswa sekolah dasar yaitu dengan mendekati siswa memberikan perhatian, dan mengajak bicara secara pribadi. Tetapi bedanya pada siswa SMP guru harus lebih masuk pada karakter siswa karena di usia SMP ini anak sedang nakal-nakalnya selain itu mereka juga dalam masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa praremaja yang mereka dalam masa pencarian jatidiri. Dan gejolak pada diri mereka juga sangat tinggi, masih labil istilahnya. Dengan cara tersebut pula anak juga akan dengan sendirinya bercerita mengapa nilainya menjadi rendah, terkadang sikap tersebut bentuk protesnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya sehingga berdampak pada nilainya. Jika sudah terjawab akar permasalahanya  fungsi guru sebagai konselor sangat dibutuhkan perannya dengan memberi solusi terhadap masalah yang dihadapinya dengan memanggil orang tua siswa , memberi arahan untuk lebih memperhatikan perkembangan anak, memberi motivasi, memberi semangat pada anak.
c.       Sekolah Menengah Atas, seperti halnya siswa SD, SMP siswa SMA yang dalam masa transisinya terkadang melakukan protes terhadap masalahnya dan terlihat dalam nilainya di sekolah. Apalagi di SMA lah ditentukan penjurusan yang terkadang anak minatnya dijurusan lain orangtua mengharuskan di jurusan tertentu. Guru sebagi konselor disini sangat besar perannya, sebagai penengah guru mengajak bicara secara pribadi kepada siswa mengenai masalahnya jika sudah orang tua dipanggil juga untuk diajak bicara dengan siswa. Jika orangtua yang paham orang tua akan mulai bisa menerima apa yang mnjadi keinginan anak sehingga bentuk protesnya akan dihentikan dengan menunjukan prestasinya dan membuktikan apa yang dipilihnya tidak salah.





2.                      Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan  Menengah menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum
dilakukan oleh pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan. Kini, kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kondisi demikian memungkinkan adanya perbedaan muatan dan pelaksanaan kurikulum antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)/ kurikulum 2007 pada saat itu mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.
 Adanya penyempurnaan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 yang mendapatkan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari kalangan pendidikan maupun dari masyarakat umum. Kurikulum 2013 justru dianggap dapat memasung kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built up product). Di sisi lain, sebagian orang beranggapan justru dengan adanya kurikulum 2013 dapat memicu pengembangan kompetensi siswa kearah yang lebih analisis dan tuntutan guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran karena guru dianggap mampu semua hal yang dapat membantu siswa berkembang. 
               Kurikulum 2007 lebih menekankan ketercapaianya pada aspek kognitif karena dalam penyusunanya dulu lebih menekankan pada kompentensi kelulusan dan pelaksanaan kurikulumnya pun  dilakukan oleh satuan pendidikan (sekolah-sekolah) sehingga sekolah akan berfikir untuk lebih menghasilkan siswa berprestasi tanpa memikirkan output (sikap/kepribadian) siswanya, oleh karena itu kurikulum 2013 ini diadakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya dengan lebih menekankan aspek afektif sehingga output yang dihasilkan tidak hanya menghasilkan siswa berprestasi lebih-lebih siswa yang berkepribadian baik.

3.      Dalam pendidikan ada 6 unsur yaitu WHAT , WHO, WHY, WHERE, WHEN, HOW.
ü  What           apa itu pendidikan ?
-Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
-Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
ü  Who          siapa pendidik dan peserta didik ?
-Pendidik: Guru sebagai orang yang kerjanya mengajar / memberikan pengajaran di sekolah / kelas. Artinya, guru bekerja dalam pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak – anak mencapai kedewasaan masing – masing.
-Peserta didik: Para siswa-siswi yang aktiv dalam pembelajaran dalam bidang fromal, informal maupun nonformal.
ü  Why            mengapa pendidikan itu penting ?
Pendidikan sangatlah penting, karena melalui pendidikan orang (manusia) dididik untuk menjadi manusia yang lebih berarti dan mempunyai bekal untuk kedepannya demi melangsungkan kehidupan yang lebih baik dengan sesamanya.
ü  Where          dimana pendidikan berlangsung ?
Pendidikan berlangsung dimana saja, tidak terbatas pada suatu lembaga. Orang yang tidak mempunyai kecukupan dalam hal ekonomipun harus mendapatkan pendidikan di lembaga nonformal demi kelangsungan hidupnya.
ü  When           kapan pendidikan berlangsung ?
Karena pentingnya pendidikan, pendidikan berlangsung kapan saja. Tidak harus menunggu dewasa, dari usia dinipun sudah harus mendapatkan pendidikan dikeluargnya.



ü  How            bagaimana pendidikan berlangsung?
Pendidikan dapat berlangsung dengan baik jika cara penyampaianya, bahan serta metode telah disiapkan dengan baik. Serta peserta didik juga memberikan timbal bail yang baik pula terhadap pendidik.

4.      Perbedaan teori :
*      Empirisme : “ Tabula Rasa”            ‘Manusia lahir didunia diibaratkan kertas kosong, maka anak yang baru dilahirkan tanpa pembawaan’.
Pendidikan dalam teori ini dipandang  sebagai kegiatan yang dapat berbuat sesuka hatinya dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
Tokoh : John Locke.
*      Nativisme : “Nativus”             Pembawaan , bayi yang dilahirkan mendapat pembawaan orang tuanya (bersifat baik atau buruk)
Hasil akhir dari pertumbuhan atau perkembangan anak didik ditentukan oleh pembawaan sejak lahir, lingkungan luar (pengalaman) dan pendidikan yang diterima tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan atau perkembangan anak didik.
Tokoh : Schopenhauer
*      Naturalisme : “ Nativisme”              Anak yang baru dilahirkan membawa potensi yang baik saja.
Memandang tidak perlunya adanya pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Membiarkan anak tidak menjadi rusak karena campur tangan manusia.
Tokoh : JJ Roesseau
5.      Perlu, karena guru adalah tugasnya mendidik anak dan dalam era yang semakin maju guru juga harus memenuhi tuntutan jaman yang  juga semakin maju oleh karena itu guru sangat perlu belajar seumur hidup. Selain itu belajar sendiri memilik arti yang berkesinambungan jadi belajar tidak terbatas oleh waktu harus dilaksanakn secara terus menerus tanpa batas waktu ataupun usia.

Dengan cara mengikuti arus perkembangan jaman, belajar mencari tahu perkembangan IPTEK. Supaya guru juga tidak menjadi ketinggalan jaman, krena tidak jarang dijaman yang semakin modern ini siswa-siswi justru semakin lebih pandai akan kemajuan IPTEK. Dan jika ada salah seorang dari siswa yang belum mengerti tentang kemajuan IPTEK akan mencari tahu dan bertanya pada guru, maka sangatlah perlu guru lebih mengetahui tentang kemajuan IPTEK. Sehingga jika ada siswa yang bertanya guru dapat menjawab serta memberikan contoh.