TUGAS
PENDIDIKAN DASAR
PENDIDIKAN DASAR
Dosen
: Dra.Irene Hartutik, M.Pd.
Oleh:
Yanuaria
Eka Sari
13495
STPKat
St.Fransiskus Assisi
Jalan
Ronggowarsito 8 Semarang
Tugas
Dasar-Dasar Pendidikan
Dosen
Pengampu : Dra.Irene Hartutik, M.Pd.
Nama : Yanuaria Eka Sari
Semester
: I ( Pertama )
Tugas (dikumpulkan pada saat ujian Dasar-dasar
Kependidikan) diketik Times new roman 12 (1,5 spasi)
1.
Bagaimana
perkembangan mental anak usia:
a.
6
sampai 12 tahun (Sekolah Dasar)
b.
13
sampai 15 tahun (SMP)
c.
16
sampai 18 tahun (SMA)
Bagaimana sikap guru bila menghadapi siswa yang
nilainya rendah pada beberapa matapelajaran
padahal sebenarnya siswa tersebut pintar dan berbakat dalam music?
Jelaskan apa yang dilakukan sebagai guru agama bila hal tersebut terjadi pada
siswa: a) SD, b) SMP, dan c) SMA .
Jawaban mengarah pada fungsi guru sebagai pendidikan dan
konselor (jawaban minimal total 1,5 halaman)
2.
Dalam
kurikulum 2007 ditegaskan pentingnya ketercapaian aspek kognitif dari
aspek-aspek lainnya yaitu afektif dan
psikomotor.
Sedangkan
dalam kurikulum 2013 ditekankan lebih
pentingnya ketercapaian aspek afektif dibanding dengan kognitif dan psikomotor. Bagaimana saudara menjelaskan
hal tersebut dan mengapa demikian. (jawaban minimal 1 halaman)
3.
Ada enam unsur pendidikan yaitu: who,
why,when, where, what,dan how
Mengapa
ke 6 unsur di atas penting jelaskan dan bagaimana saudara menarik benang
merahnya. (minimal ½)
4.
Apa perbedaan antara pandangan
empirisme, nativisme dan naturalisme? Beri contoh untuk menjelaskannya dan tokoh-tokohnya (minimal ½ halaman)
5.
Pendidikan seumur hidup saat ini sedang
didengung-dengungkan, bagaimana pendapat saudara tentang pendidikan seumur
hidup khususnya bagi guru-guru? Apakah guru terus belajar? Bagaimana caranya?
(minimal ½ halaman)
Jawaban :
1.
A.
Perkembangan mental anak usia 6
sampai 12 tahun (SD)
Periode
usia antara 6-12 tahun merupakan masa peralihan dari masa pra-sekolah ke masa
sekolah dasar (SD). Masa ini juga dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak
awal ke masa kanak-kanak akhir sampai menuju menjelang masa pra-pubertas. Pada
umumnya setelah mencapai usia 6tahun perkembangan jasmani dan rohani anak
semakin sempurna.
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya
sangatlah berpengaruh pada anak. Pada usia sekolah (khususnya di kelas-kelas
tinggi, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan
emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain.
Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi
emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan latihan
(pembiasaan).
Dalam
proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya
sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan di lingkungan keluarga yang
suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau
sehat. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya
kurang stabil atau kurang kontrol seperti contoh : marah-marah, mudah mengeluh,
kecewa, dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak
cenderung kurang stabil atau tidak sehat.
B.
Perkembangan
mental anak usia 13 sampai 15
tahun (SMP)
Anak usia 13 – 15 tahun tengan berada dalam masa peralihan, yaitu dari masa
anak-anak menuju masa remaja awal. Mereka mengalami berbagai perubahan baik
dalam dirinya sendiri maupun unsur luar yang berhubungan dengan perkembangan
dirinya.
Oleh karena itu terdapat beberapa faktor
yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan perilaku remaja. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang disebut dengan pengaruh adalah “Daya
yang ada atau timbul dari sesuatu yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang” (Nintiyas Utari,
2009).
Secara garis besar ada dua faktor yang
memperngaruhi perkembagan perilaku remaja, yaitu :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, yang
berasal dari keturunan dan pembawaan.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak, yang
berasal dari pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Kedua faktor tersebut tidak akan banyak
mempengaruhi perkembangan perilaku remaja, baik secara terpisah maupun secara
bersamaan. Dengan demikian, baik buruknya kedua faktor tersebut akan menentukan
kualitas perkembangan perilaku remaja.
Anak
usia 13 – 15 tahun merupakan manusia biasa yang sudah pasti memiliki realitas
kehidupan yang sama dengan manusia pada umumnya. Terlebih lagi mereka ada dalam
masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Oleh karena itu ralitas
perilakunya sering menjadi bahan penelitian yang menarik. Terlepas dari kadar
dan variasinya, yang jelas sebagai manusia biasa realitas perilaku remaja bisa
kita kategorikan menjadi dua, yakni ada realitas yang bersifat positif dan ada
juga yang negatif. Positif dan negatifnya perilaku remaja merupakan akibat dari
faktor-faktor penyebab yang mempengaruhinya.
Melalui
berbagai pengamatan kita sehari-hari maupun melalui berbagai sumber media
massa, kita tidak bisa menutup mata tentang munculnya berbagai realitas
kehidupan remaja yang negatif. Realitas perilaku remaja yang negatif ini
berkaitan dengan berbagai aspek perkembangannya dan menunjukkan adanya
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kenakalan anak-anak dan remaja juga
akhir-akhir mulai mengkuatirkan. Keadaan ini dapat terlihat dari prilaku bolos
diwaktu sekolah, tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba dan lainnya.
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri
(internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
a.
Faktor internal berupa krisis identitas : perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan
konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan
remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b. Faktor eksternal berupa:
-Keluarga :
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja;
Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak; Tidak
memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa
menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
-Teman sebaya yang
kurang baik dan komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
C.
Perkembangan
mental anak usia 16 sampai 18
tahun (SMA)
Perkembangan
Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa. Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, besikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa. Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, besikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.
Sikap guru bila menghadapi siswa yang nilainya rendah
pada beberapa matapelajaran padahal
sebenarnya siswa tersebut pintar dan berbakat dalam music,
mengarah pada fungsi guru sebagai pendidikan dan
konselor
pada siswa:
a. Sekolah
Dasar , untuk menghadapi permasalah tersebut sikap guru sebaiknya menyelidiki
apa permasalahan utama yang menjadikan siswa mendapat nilai rendah pada
matapelajaran tertentu tersebut. Perlahan guru mendekati siswa memberi
perhatian dan mengajak bicara secara pribadi, jika siswa sudah mulai merasa
ter-perhatikan siswa akan dengan sendiri sengaja atau tidak sengaja akan
bercerita mengenai masalahnya tersebut. Tetapi jika menghadapi siswa yang
kiranya tertutup alangkah baiknya guru dengan perlahan juga mulai menanyakan
dari hal-hal yang sekiranya tidak menyinggung masalahnya tetapi mengarah pada
masalah yang mungkin dihadapi siswa. Misal sekedar bertanya tentang hobby nya
dirumah, atau dirumah tinggal dengan siapa saja, atau pertanyaan kecil lainnya
yang mungkin mengarah kepada permasalahan. Dengan demikian akan terjawab akar
permasalahan kenapa siswa mendapat nilai rendah, setelah demikian jika masalah
menyangkut orang tua ada baiknya orang tua dipanggil kesekolah untuk diberi
penjelasan supaya anak lebih diperhatikan, jika mengenai pribadi anak sendiri
seperti malas, anak juga tidak hanya perlu perhatian orang tua guru juga harus
berperan seperti memberikan tugas kelompok agar terlatih dengan teman
sebayanya.
b. Sekolah
Menengah Pertama, sistemnya tidak jauh berbeda dngan siswa sekolah dasar yaitu
dengan mendekati siswa memberikan perhatian, dan mengajak bicara secara
pribadi. Tetapi bedanya pada siswa SMP guru harus lebih masuk pada karakter
siswa karena di usia SMP ini anak sedang nakal-nakalnya selain itu mereka juga
dalam masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa praremaja yang mereka
dalam masa pencarian jatidiri. Dan gejolak pada diri mereka juga sangat tinggi,
masih labil istilahnya. Dengan cara tersebut pula anak juga akan dengan
sendirinya bercerita mengapa nilainya menjadi rendah, terkadang sikap tersebut
bentuk protesnya terhadap masalah yang sedang dihadapinya sehingga berdampak
pada nilainya. Jika sudah terjawab akar permasalahanya fungsi guru sebagai konselor sangat
dibutuhkan perannya dengan memberi solusi terhadap masalah yang dihadapinya
dengan memanggil orang tua siswa , memberi arahan untuk lebih memperhatikan
perkembangan anak, memberi motivasi, memberi semangat pada anak.
c. Sekolah
Menengah Atas, seperti halnya siswa SD, SMP siswa SMA yang dalam masa
transisinya terkadang melakukan protes terhadap masalahnya dan terlihat dalam
nilainya di sekolah. Apalagi di SMA lah ditentukan penjurusan yang terkadang
anak minatnya dijurusan lain orangtua mengharuskan di jurusan tertentu. Guru
sebagi konselor disini sangat besar perannya, sebagai penengah guru mengajak
bicara secara pribadi kepada siswa mengenai masalahnya jika sudah orang tua
dipanggil juga untuk diajak bicara dengan siswa. Jika orangtua yang paham orang
tua akan mulai bisa menerima apa yang mnjadi keinginan anak sehingga bentuk
protesnya akan dihentikan dengan menunjukan prestasinya dan membuktikan apa
yang dipilihnya tidak salah.
2. Pemberlakuan
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan
Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah menuntut
cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum
dilakukan oleh pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan. Kini, kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kondisi demikian memungkinkan adanya perbedaan muatan dan pelaksanaan kurikulum antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)/ kurikulum 2007 pada saat itu mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Adanya penyempurnaan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 yang mendapatkan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari kalangan pendidikan maupun dari masyarakat umum. Kurikulum 2013 justru dianggap dapat memasung kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built up product). Di sisi lain, sebagian orang beranggapan justru dengan adanya kurikulum 2013 dapat memicu pengembangan kompetensi siswa kearah yang lebih analisis dan tuntutan guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran karena guru dianggap mampu semua hal yang dapat membantu siswa berkembang.
dilakukan oleh pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan. Kini, kurikulum disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kondisi demikian memungkinkan adanya perbedaan muatan dan pelaksanaan kurikulum antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)/ kurikulum 2007 pada saat itu mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Adanya penyempurnaan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 yang mendapatkan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari kalangan pendidikan maupun dari masyarakat umum. Kurikulum 2013 justru dianggap dapat memasung kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built up product). Di sisi lain, sebagian orang beranggapan justru dengan adanya kurikulum 2013 dapat memicu pengembangan kompetensi siswa kearah yang lebih analisis dan tuntutan guru agar lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran karena guru dianggap mampu semua hal yang dapat membantu siswa berkembang.
Kurikulum
2007 lebih menekankan ketercapaianya pada aspek kognitif karena dalam
penyusunanya dulu lebih menekankan pada kompentensi kelulusan dan pelaksanaan kurikulumnya pun dilakukan oleh satuan pendidikan
(sekolah-sekolah) sehingga sekolah akan berfikir untuk lebih menghasilkan siswa
berprestasi tanpa memikirkan output (sikap/kepribadian) siswanya, oleh karena
itu kurikulum 2013 ini diadakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya dengan lebih
menekankan aspek afektif sehingga output yang dihasilkan tidak hanya
menghasilkan siswa berprestasi lebih-lebih siswa yang berkepribadian baik.
3. Dalam
pendidikan ada 6 unsur yaitu WHAT , WHO, WHY, WHERE, WHEN, HOW.
ü What apa itu pendidikan ?
-Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu:
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
-Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
ü Who siapa pendidik dan peserta didik ?
-Pendidik: Guru sebagai orang yang kerjanya
mengajar / memberikan pengajaran di sekolah / kelas. Artinya, guru bekerja
dalam pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak
– anak mencapai kedewasaan masing – masing.
-Peserta
didik: Para siswa-siswi yang aktiv dalam pembelajaran dalam bidang fromal,
informal maupun nonformal.
ü Why mengapa pendidikan itu penting ?
Pendidikan sangatlah penting, karena melalui
pendidikan orang (manusia) dididik untuk menjadi manusia yang lebih berarti dan
mempunyai bekal untuk kedepannya demi melangsungkan kehidupan yang lebih baik
dengan sesamanya.
ü Where dimana pendidikan berlangsung ?
Pendidikan berlangsung dimana saja, tidak terbatas
pada suatu lembaga. Orang yang tidak mempunyai kecukupan dalam hal ekonomipun
harus mendapatkan pendidikan di lembaga nonformal demi kelangsungan hidupnya.
ü When kapan pendidikan berlangsung ?
Karena pentingnya pendidikan, pendidikan berlangsung
kapan saja. Tidak harus menunggu dewasa, dari usia dinipun sudah harus mendapatkan
pendidikan dikeluargnya.
ü How bagaimana pendidikan berlangsung?
Pendidikan dapat berlangsung dengan baik jika cara
penyampaianya, bahan serta metode telah disiapkan dengan baik. Serta peserta
didik juga memberikan timbal bail yang baik pula terhadap pendidik.
4. Perbedaan
teori :
Empirisme : “ Tabula
Rasa” ‘Manusia lahir didunia
diibaratkan kertas kosong, maka anak yang baru dilahirkan tanpa pembawaan’.
Pendidikan dalam teori ini dipandang sebagai kegiatan yang dapat berbuat sesuka
hatinya dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
Tokoh : John Locke.
Nativisme :
“Nativus” Pembawaan , bayi
yang dilahirkan mendapat pembawaan orang tuanya (bersifat baik atau buruk)
Hasil akhir dari pertumbuhan atau perkembangan anak
didik ditentukan oleh pembawaan sejak lahir, lingkungan luar (pengalaman) dan
pendidikan yang diterima tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan atau
perkembangan anak didik.
Tokoh : Schopenhauer
Naturalisme : “
Nativisme” Anak yang baru dilahirkan membawa
potensi yang baik saja.
Memandang tidak perlunya adanya pendidikan bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Membiarkan anak tidak menjadi rusak
karena campur tangan manusia.
Tokoh : JJ Roesseau
5. Perlu,
karena guru adalah tugasnya mendidik anak dan dalam era yang semakin maju guru
juga harus memenuhi tuntutan jaman yang
juga semakin maju oleh karena itu guru sangat perlu belajar seumur
hidup. Selain itu belajar sendiri memilik arti yang berkesinambungan jadi belajar
tidak terbatas oleh waktu harus dilaksanakn secara terus menerus tanpa batas
waktu ataupun usia.
Dengan cara mengikuti arus perkembangan jaman,
belajar mencari tahu perkembangan IPTEK. Supaya guru juga tidak menjadi
ketinggalan jaman, krena tidak jarang dijaman yang semakin modern ini
siswa-siswi justru semakin lebih pandai akan kemajuan IPTEK. Dan jika ada salah
seorang dari siswa yang belum mengerti tentang kemajuan IPTEK akan mencari tahu
dan bertanya pada guru, maka sangatlah perlu guru lebih mengetahui tentang
kemajuan IPTEK. Sehingga jika ada siswa yang bertanya guru dapat menjawab serta
memberikan contoh.